Senin, 20 Juni 2011

Menjadi Kaya namun tidak tercela

Suatu hari seorang teman berkata bagaimana ...kita menjadi orang kaya namun tidak tercela ....Imam Khazin rahimahullah menegaskan dalam tafsirnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala membagi umat manusia yang berdoa menjadi dua. Pertama, kelompok yang hanya berdoa untuk kepentingan dunia. Mereka ini adalah orang-orang kafir, karena mereka tidak menyakini hari kebangkitan dan akhirat. Sementara, kelompok lain (kedua), yaitu orang-orang mukmin yang menggabungkan dalam doa mereka antara kepentingan dunia dan akhirat. Dengan alasan bahwa manusia diciptakan dalam keadaan lemah yang selalu kekurangan, tidak sanggup hidup sengsara dan terlunta-lunta. [1]

Para pendahulu kita, as-salafush shalih dari kalangan shahabat maupun tabi’in telah memberi teladan cara meraih kesuksesan di dunia dan akhirat. Zubair bin Awwam radhiallahu ‘anhu, misalnya, memiliki empat istri. Meski sepertiga hartanya telah diwasiatkan, tetapi masing-masing istrinya masih mendapatkan bagian sebesar satu juta dua ratus dinar. Jumlah harta kekayaan beliau radhiallahu ‘anhu seluruhnya adalah lima puluh juta dua ratus ribu (dinar). [2]

Imam Ibnul Jauzi rahimahullah berkomentar, ”Ini menjadi bantahan terhadap orang-orang zuhud yang tidak berilmu yang tidak suka mengumpulkan harta kekayaan.” [3]

Oleh karena itu, Islam tidak membiarkan seorang muslim merasa kebingungan dalam berusaha mencari nafkah. Bahkan, Islam telah memberikan solusi tuntas dan mengajarkan etika mulia agar mereka mencapai kesuksesan ketika mengais rezeki, sehingga pintu kemakmuran dan keberkahan akan terbuka.

Istiqamah dengan harta

Kekayaan kadang membuat manusia lupa kepada Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberi mereka harta. Ini menyebabkan kufur nikmat.Jika kekayaan membuat seseorang tetap istiqamah dan taat beragama, harta itu akan mendatangkan manfaat yang sangat banyak.

Misalnya, dengan hidup berkecukupan maka menutut ilmu menjadi mudah, beribadah menjadi lancar, bersosialisasi menjadi gampang, bergaul semakin indah, berdakwah semakin sukses, berumah tangga semakin stabil, dan beramal saleh semakin tangguh. Oleh karena itu, harta di tangan seorang mukmin tidak akan berubah menjadi monster perusak kehidupan dan tatanan sosial serta penghancur kebahagiaan keluarga dan pilar-pilar rumah tangga. Sebaliknya, harta di tangan seorang muslim bisa berfungsi sebagai sarana penyeimbang dalam beribadah dan perekat hubungan dengan makhluk.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Harta terbaik adalah yang dimiliki laki-laki yang saleh."